Warning !!

Peringatan!! Banyak mengandung artikel atau informasi untuk khusus DEWASA.
Informasi yang ada di sini bukan sebagai pengganti anjuran dan terapi yang diberikan oleh dokter atau ahli bidang bersangkutan, namun diharapkan dapat menambah pengetahuan Anda. Sebaiknya Anda tetap mengkonsultasikan masalah Anda dengan dokter keluarga Anda atau ahli bidang bersangkutan.

Bila Anda ingin berbagi artikel/ info yang menarik dan sesuai dengan topik blog ini, silahkan berbagi dengan join dan posting ke info_pria@yahoogroups.com.
Semua sumber/ penulis dari pada artikel/ tulisan/ informasi yang dimuat sudah kami usahakan untuk dicantumkan. Bila ada kesalahan harap hubungi kami pada (info_pria-owner[at]yahoogroups[dot]com). Terima kasih.

LEBIH LENGKAP!! Dapatkan DVD Info-Pria, yang berisikan e-book, kumpulan artikel, software dan lainnya. Lebih rinci klik disini.

Saturday, March 10, 2007

Parafilia, Penyimpangan Perilaku Seks

ADANYA kejanggalan di luar yang lazim dianggap sebagai kelainan. Begitu pula perilaku seksual, banyak di lingkungan seputar kita dapat dijumpai penderita parafilia (kelainan psikoseksual) yang disebut voyeurism, pengidap gangguan psikoseksual. Kebanyakan mereka adalah kaum laki-laki yang menyukai kegiatan seksual tidak lazim, mulai dari mengintip, memamerkan alat kelamin sampai mengenakan pakaian wanita. Dalam dunia kedokteran, voyeurism dikenal dengan istilah skopofilia, yakni adanya dorongan yang tidak terkendali untuk secara diam-diam melihat atau mengintip wanita yang sedang telanjang, melakukan kegiatan seksual, melepaskan pakaian wanita.

Mengintip menjadi cara eksklusif untuk mendapatkan kepuasan seksual. Dengan cara tersebut penderita mengalami kepuasan seksual dari situ. Dan anehnya lagi, ia sama sekali tidak menginginkan berhubungan seksual dengan wanita yang diintipnya. Ia hanya berharap memperoleh kepuasan orgasme dengan cara melakukan masturbasi.

Namun penyuka film porno jangan takut dikatakan menderita kelainan ini, karena para pemain film porno itu dengan sengaja menghendaki dan menyadari mereka akan ditonton orang lain. Makanya, ini berbeda dengan pria normal yang baru mendapatkan kepuasan seksual setelah melakukan persetubuhan (terkadang mastrubasi).

Penyimpangan psikologis

Ada jenis lain parafilia selain voyeurisme, seperti ekshibisionisme, transvestisme, paedofilia, masokisme, fetisisme, dll. Sebagai ciri utamanya, penyimpangan psikoseksual ini adalah timbulnya fantasi atau tindakan yang tidak lazim dan merupakan keharusan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Fantasi ini cenderung berulang secara mendadak dan terjadi dengan sendirinya. Penyebab utamanya berhubungan dengan faktor psikologis. Sedangkan gangguan fungsi karena kelainan atau gangguan organik pada alat kelamin tidak dimasukkan dalam parafilia

Bila fantasinya tidak bisa dimanifestasikan dengan sesungguhnya, baik dengan pasangan maupun melakukan kegiatan sendirian, maka hal yang dibayangkan haruslah terdapat dalam fantasi yang menyertai masturbasi atau persetubuhan. Sebab pada saat itulah nafsu erotiknya bangkit, sebaliknya jika tidak terdapat fantasi parafilia yang dibayangkan, maka kepuasan seksual atau orgasme tidak akan tercapai.

Para penderita parafilia sering tidak mampu melakukan hubungan seksual yang penuh kasih sayang secara timbal balik. Juga terdapat disfungsi psikoseksual seperti nafsu seksual normal yang terhambat, ejakulasi dini, orgasme terhambat, atau pada wanita timbul diprapeunia (vagina terasa nyeri waktu melakukan hubungan seksual).

Ciri lain dari parafilia adalah berperilaku demikian umumnya tidak merasa cemas atau depresi, meski dalam banyak kasus ada juga yang merasa bersalah, malu atau depresi karena seringnya melakukan kegiatan seksual tidak normal atau lazim. Penderita rata-rata tidak merasa atau menganggap dirinya tidak sakit atau mengidap kelainan seksual, sampai ia mendapatkan perhatian dokter akibat perbuatan seksual itu yang menimbulkan konflik di sekitarnya.

Begitupun dalam dirinya juga terdapat gangguan kepribadian, terutama dalam hal kedewasaan emosi. Sehingga hubungan sosial dan seksual terganggu bila perilaku seksualnya itu diketahui orang dekatnya, seperti istri, atau bila pasangan sesksualnya tidak lazim. Oleh karena itu, pendekatan kepada penderita hendaknya dengan penuh pengertian, tidak dengan menghakimi atau mempermasalahkan. Juga dicoba menyelami perasaan dan jiwa mereka karena acap kali gangguan itu terbentuk dari keinginan dan pengalaman masa lalu.

Boneka wanita

Penderita fetisisme banyak menggunakan benda mati sebagi cara eksklusif untuk mencapai kepuasan seksual. Fetisy dapat berupa suatu bagian dari tubuh wanita seperti bulu kemaluan, rambut. Dapat juga berupa pakaian atau benda lain milik wanita semacam Bra (BH), sepatu, dan barang lainnya. Ada pula yang berkaitan dengan fetisys di masa kecil.

Kegiatan seksual dapat ditujukan pada fetisy itu sendiri seperti melakukan masturbasi menggunakan BH, lalu berejakulasi ke dalamnya. Atau, fetisy diintegrasikan dengan kegiatan seksual dengan orang lain, seperti menuntut agar pasangannya mengenakan BH warna tertentu atau sepatu berhak tinggi saat melakukan kegiatan seksual. Semua benda-benda itu mutlak dibutuhkan untuk dapat membangkitkan nafsu seksualnya.

Termasuk dalam golongan fetisme adalah manekinisme yang fetisy-nya berupa manekin (patung pamer pakaian) di toko. Ada lagi pigmalionisme yang fetisy-nya berbentuk arca hasil pahatan. Istilah ini diambil dari nama raja Cyprus, Pygmalion, yang jatuh cinta kepada patung wanita hasil pahatannya sendiri. Kadang-kadang penderita fetisme bisa berurusan dengan kepolisian dan aparat hukum karena mencuri BH yang sedang dijemur.

Berpakaian wanita

Terasa aneh kedengarannya penderita kelainan transvestisme. Pria heteroseksual dalam fantasinya atau secara aktual mengenakan pakaian wanita untuk membangkitkan nafsu seksual dan kemudian mendapatkan kepuasan seksual. Mengenakan pakaian wanita merupakan pernyataan identifikasi diri sebagai "wanita" (feminine identification). Jika keinginan mengenakan pakaian wanita tidak tersampaikan, ia akan frustrasi.

Biasanya kelainan ini bermula sejak anak-nak atau remaja. Seperangkat pakaian yang disukai dapat menjadi benda yang merangsang nafsu seksualnya. Yang dikenakan mula-mula hanya terbatas cross-dressing parsial (hanya mengenakan pakaian wanita BH dan celana dalam), lama kelamaan, ia mengenakan pakaian wanita lengkap, cross-dressing total.

Seiring dengan bertambahnya usia, kecenderungan untuk mendapatkan kepuasan seksual melalui cara ini dapat berkurang atau bahkan hilang. Walaupun ada kalanya sejumlah transvestif muncul pada usia lebih lanjut, yang menghendaki mengenakan pakaian wanita dan hidup sebagai wanita secara tetap.

Dalam kasus transeksualisme ini; penderita ingin berganti kelamin, menjadi seperti lawan jenis, dan tidak lagi mendapatkan kepuasan seksual hanya dengan cross-dressing. Penderita merasa dirinya benar-benar wanita.

Tertangkap basah

Ekshibisionisme penis merupakan jenis parafilia lainnya. Pada kelainan psikoseksual ini, penderita senang mempertontonkan penisnya kepada orang yang tidak dikenal. Tujuannya untuk memperoleh kepuasan seksual tanpa bermaksud melakukan kegiatan seksual dengan orang yang melihatnya.

Kepuasan seksual diperoleh penderita pada saat melihat reaksi takut, terperanjat, kagum, atau menjerit dari orang yang melihatnya. Orgasme dicapai dengan melakukan masturbasi saat itu juga atau sesaat kemudian. Perasaannya akan terasa lega begitu berhasil memamerkan penisnya pada wanita dewasa atau anak dengan usia dan bentuk tubuh sesuai keinginannya.

Acap kali seorang eksihibisionis dapat melakukan tindakan pengamanan supaya tidak tertangkap basah saat melakukannya. Ia teliti dahulu sebelum apakah ada pria lain yang mengamatinya atau menutup kembali penisnya bila tiba-tiba muncul seseorang. Ekshibisionis banyak ditemukan pada usia 20-an dan banyak di antaranya mengalami ereksi dalam aktivitas seksual lainnya.

Sadis serta menakutkan

Jenis-jenis parafilia di atas tadi tidak melibatkan kontak seksual yang merugikan lawan jenis. Tetapi tidak demikian dengan sadomasokisme dan paedofilia. Pada sadomasokisme terdapat penggabungan unsur sadistis dan masokistik saat melakukan hubungan seksual. Dikatakan sadistik kalau ia melukai atau menyakiti orang lain secara sengaja atau ancaman demi kepuasan seksual.

Dibilang masokistis kalau rangsangan seksual diperoleh ketika menjadi sasaran rasa sakit atau ancaman rasa sakit. Yang lebih menyedihkan bila kelainan itu berupa paedofilia. Sebab, sasaran kepuasan seksualnya diarahkan pada anak-anak yang belum puber. Sekitar dua pertiga korban kelainan ini adalah anak-anak berusia 8-11 tahun.

Kebanyakan paedofilia menjangkiti pria, tetapi ada pula kasus wanita berhubungan seks secara berulang dengan anak-anak. Banyak kaum paedofilia mengenal korbannya, seperti saudara, tetangga, atau kenalan. Kaum paedofil dikategorikan menjadi tiga golongan, yakni di atas 50 tahun, 20-an hingga 30 tahun. Dan para remaja. Sebagian besar mereka adalah para heteroseksual dan banyak juga para ayah.

Menangani parafilia

Tidak gampang untuk menangani para penderita parafilia. Karena mereka sering tidak menghendaki atau merasa tidak perlu mendapat terapi. Namun demikian, perlu ada beberapa terapi psikiatrik yang dapat dicoba. Pertama, melakukan pendekatan psikodinamik dan psikoanalitik (menggali pengalaman masa lalu yang menyebabkan kelainan kejiwaan). Kedua, Melakukan terapi perilaku yang terdiri dari aversive conditioning, yaitu conditioning untuk menimbulkan rangsangan (stimulus) terhadap lawan jenis.

Atau mengukur tingkat birahi dengan pletismometris penis. Tentang terapi ini Prof. Arif Adimoelya, seorang ahli androlog dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, terapi aversion diperlukan untuk menghilangkan conditioning yang ada atau hal-hal yang menyebabkan kelainan psikoseksual.

Penderita diberi kejutan listrik sementara disuguhi gambar-gambar atau film mengenai penyimpangan seksual. Khususnya pada voyeurisme dan ekshibisionisme, penderita hendaknya dipacu secara halus untuk lebih berani berkomunikasi langsung dengan lawan jenisnya, sehingga diharapkan lambat laun akan berani melakukan kontak badan langsung. Atau penderita diajari mengatasi rasa takut dan malu untuk mengungkapkan keinginan seks yang benar.

Ketiga, karena umumnya penderita mempunyai sifat dasar kekurangan social skill (kecakapan sosial), maka mereka perlu disertakan dalam program terapi yang mengajarkan kecakapan sosial serta empati terhadap dunia sekelilingnya. Ditambah lagi terapi perilaku secara individual.

Keempat, terapi farmakologi yang meliputi pemberian hormon wanita, anti androgen, dan obat-obatan golongan penghambat daur ulang serotonin yang biasanya digunakan untuk mengobati penderita depresi tetapi keberhasilan terapi ini tampak lebih disebabkan oleh penurunan nafsu birahinya. Terapi ini mungkin lebih efektif pada penderita parafilia bersifat hiperseks.

Kelima, tidak kurang pentingnya perhatian masyarakat terhadap penderita. Mereka hendaknya tidak dicemoohkan tetapi diberi pengarahan agar berusaha menghilangkan kebiasaan yang memalukan tersebut. (Asep Candra Abdillah, pemerhati masalah kesehatan bersumber dari Ints.)***
(pikiran-rakyat.com)

No comments: