Warning !!

Peringatan!! Banyak mengandung artikel atau informasi untuk khusus DEWASA.
Informasi yang ada di sini bukan sebagai pengganti anjuran dan terapi yang diberikan oleh dokter atau ahli bidang bersangkutan, namun diharapkan dapat menambah pengetahuan Anda. Sebaiknya Anda tetap mengkonsultasikan masalah Anda dengan dokter keluarga Anda atau ahli bidang bersangkutan.

Bila Anda ingin berbagi artikel/ info yang menarik dan sesuai dengan topik blog ini, silahkan berbagi dengan join dan posting ke info_pria@yahoogroups.com.
Semua sumber/ penulis dari pada artikel/ tulisan/ informasi yang dimuat sudah kami usahakan untuk dicantumkan. Bila ada kesalahan harap hubungi kami pada (info_pria-owner[at]yahoogroups[dot]com). Terima kasih.

LEBIH LENGKAP!! Dapatkan DVD Info-Pria, yang berisikan e-book, kumpulan artikel, software dan lainnya. Lebih rinci klik disini.

Saturday, March 10, 2007

Menjenguk Identitas Kaum Homoseksual

KEHIDUPAN perkotaan atau masyarakat urban belakangan ini berkembang dengan pesat. Bukan hanya soal gaya hidup, tatanan nilai dan norma-norma kehidupan pun mulai bergeser dan berkembang, menurut sebagian masyarakat. Suatu masyarakat memiliki kecenderungan menerima perkembangan dan perubahan itu. Namun, sebagian lagi, yang mengikuti tatanan norma, budaya, dan etika moral, menolaknya.

Bagaimana kita menyikapi perubahan itu. Terutama jika perubahan itu adalah hal yang sangat berbeda dengan nilai-nilai tradisi masyarakat. Beberapa wanita kosmopolitan, kelompok budaya, komunitas homoseksual, serta kelompok agama pun memiliki pendapat masing-masing. Dari berbagai kelompok masyarakat itu, British Council menyelenggarakan ajang diskusi interaktif bertemakan gaya hidup masyarakat urban di British Council, Jakarta.

Dalam diskusi itu hadir pembicara Marcel Latuihamallo PhD Msc dari Yayasan Mitra Indonesia, sutradara film Nia Dinata, Ismira Lutfia si Gadis Tiara Sunsilk 1997, dan dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Semarang Abdul Mu'ti.

Dalam diskusi, Marcel menceritakan makin terbukanya kaum homoseksual mengekspresikan diri dan membentuk kelompok 'gaul'. Bahkan mereka telah memiliki sebuah tempat hiburan yang dikhususkan bagi kaum gay, seperti di Jakarta dan Bali.

Menurut Marcel, banyak lelaki para homoseksual yang bisa berekspresi dengan bebas dan mendapatkan uang pula. Marcel pun menyebut nama aktor yang sering memerankan tokoh banci yang telah punya nama dan telah meraup uang dari ekspresinya di dunia entertaint dan dunia film. Dan itu merupakan kemajuan yang cukup baik. Gaya-gaya si aktor, baik bahasa tubuhnya maupun gaya bicaranya pun, kini banyak ditiru oleh banyak pemuda di Ibu Kota.

Kaum homoseksual di Ibu Kota sudah berani mengekspresikan diri serta mengekspresikan gaya bermain seksualnya. Menurut Marcel yang mengenali dunia homoseksual sejak dia muda (saat ini dia berusia 50), para homoseksual bukan hanya mengekspresikan jati dirinya saja, melainkan juga berani mengekspresikan cara-cara dia bermain seksual. Misalnya, dengan menaruh sapu tangan di kantung belakang celananya. Bila sapu tangan berwarna abu-abu, maka si pria itu menginginkan lelaki homo yang ditemuinya di mana pun, yang senang berstelan jas. Bila berwarna biru, berarti si homo berkeinginan melakukan seks memakai duburnya, dan sebagainya. ''Untung saya tidak melakukan itu,'' ujar Marcel, sambil tertawa.

Sedangkan Nia Dinata, sutradara film Ca Bau Khan dan Biola Tak Berdawai, menekankan perlunya anak diberi pengertian bahwa semua orang berbeda cara, pendapat, dan keinginannya. Cara, keinginan, dan pilihan masing-masing orang harus dihormati. ''Kita tidak hanya memberikan teori saja, tetapi memberikan contoh dan praktiknya sekaligus,'' kata Nia.

Dijelaskan Nia, dia sudah tidak kaget melihat kaum homoseksual, karena di jajaran keluarganya, ada dua orang pamannya yang menjadi homoseksual. Dan Nia sendiri pun memiliki rekan yang homoseksual, yang pernah tidur satu rumah dengannya selama di luar negeri. ''Suami saya memberi izin karena teman saya itu seperti teman wanita saya saja,'' kata Nia.

Saat tinggal di luar negeri, anak Nia sempat menanyakan soal perbedaan teman Nia (yang di mata anaknya seperti ayahnya) melakukan perawatan muka. Dia pun memberikan pengajaran soal adanya perbedaan dan pilihan bagi berbagai individu. Sehingga dia memasukkan anak-anaknya ke sekolah yang diisi oleh anak sekolah yang menganut berbagai macam agama. ''Sejak kecil anak saya sudah harus melihat adanya perbedaan itu, sehingga yang dia dapatkan bukan hanya teori, tapi juga praktik,'' ujar Nia.

Sementara itu, Abdullah Mu'ti, dosen IAIN Semarang, menyoroti banyaknya orang yang sering tidak saling menghormati. Padahal saling menghormati adalah hal yang sangat baik dan patut dijalankan oleh semua pemeluk ajaran mana pun untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.

Begitu juga soal pilihan untuk menjadi kaum homo, menurutnya, perlu dihormati. ''Kita tidak tahu apa masalah seseorang itu hingga memilih jati dirinya itu. Yang jelas kita harus menghormati pilihannya, karena tidak segala sesuatunya bisa diselesaikan dengan hubungan kemanusiaan,'' ujar Abdulah.

Dia juga menjelaskan, banyak individu yang merasa dirinya beragama, namun menjadi sombong dan berani menghakimi seseorang. ''Dia merasa beragama, sehingga sah menyalahkan dan menghakimi orang lain,'' kata Abdullah.

Menurut dia, agama saja memberikan kebebasan kepada manusia untuk berekspresi, dan hanya sedikit bentuk larangan di dalam agama. ''Tampil modis juga disuruh oleh agama,'' ujar Abdulah.

(MI-online)

No comments: