Warning !!

Peringatan!! Banyak mengandung artikel atau informasi untuk khusus DEWASA.
Informasi yang ada di sini bukan sebagai pengganti anjuran dan terapi yang diberikan oleh dokter atau ahli bidang bersangkutan, namun diharapkan dapat menambah pengetahuan Anda. Sebaiknya Anda tetap mengkonsultasikan masalah Anda dengan dokter keluarga Anda atau ahli bidang bersangkutan.

Bila Anda ingin berbagi artikel/ info yang menarik dan sesuai dengan topik blog ini, silahkan berbagi dengan join dan posting ke info_pria@yahoogroups.com.
Semua sumber/ penulis dari pada artikel/ tulisan/ informasi yang dimuat sudah kami usahakan untuk dicantumkan. Bila ada kesalahan harap hubungi kami pada (info_pria-owner[at]yahoogroups[dot]com). Terima kasih.

LEBIH LENGKAP!! Dapatkan DVD Info-Pria, yang berisikan e-book, kumpulan artikel, software dan lainnya. Lebih rinci klik disini.

Sunday, August 5, 2007

Bos Wanita Berjuta Rasanya Antara Moody Dan Rasio

Memiliki bos perempuan banyak kisahnya. Terlalu jauh, dianggap pria konvensional anti-gender. Terlalu dekat, dianggap memiliki hubungan pribadi.

Ricky, 32 tahun, manajer keuangan di sebuah perusahaan Insurance, baru keluar dari ruangan bosnya. Tanpa ia sadari semua karyawan yang ada di ruang itu mengarahkan pandangan kepadanya. Memang, sudah menjadi rahasia umum kalau Ricky kondang sebagai anak kesayangan bos.

Selain smart dan supel bergaul, tampangnya pun di atas rata-rata. Tak heran jika teman-temannya menggosipkan Ricky memunyai “hubungan khusus” dengan si bos. Apalagi sang bos seorang wanita, masih lajang lagi. Kedekatan mereka itu menjadi bisik-bisik di lingkungan rekan kerjanya,

Kedekatan Ricky dan bos perempuannya itu karena memang pekerjaan yang menjadi job desk-nya mengharuskannya berhubungan langsung dengan si bos. Maka tak heran jika sebentar-sebentar Ricky dipanggil bosnya untuk membicarakan laporan atau budget keuangan perusahaan tersebut.

Lain halnya dengan Jimmy, 35 tahun. Marketing Manager di perusahaan minyak itu meski sama dengan Ricky, dipimpin seorang perempuan, tapi bedanya Jimmy dan beberapa rekan kerja prianya, tidak begitu menyukai si bos. Jimmy sependapat dengan teman-temannya, bagaimanapun yang cocok untuk memimpin adalah pria karena wanita selalu menggunakan perasaan dan cenderung labil.

Jimmy tergolong pria konvensional. Secara kultural, masyarakat memang menganut paham bahwa yang seharusnya menjadi pemimpin adalah pria, dalam rumah tangga maupun di pekerjaan. Pandangan itulah yang membuahkan anggapan wanita tidak layak menjadi pemimpin.

Sebenarnya, wanita jadi pemimpin selama ia mampu itu sah-sah saja. Tinggal dinilai kemampuannya menjadi pemimpin. Tapi jika ditelaah lebih jauh, pada kebanyakan kasus, wanita tidak bisa memimpin karena keraguan yang muncul dalam diri wanita itu sendiri. “Perempuan cenderung tidak percaya diri terhadap kemampuannya, ketika ia berada di posisi puncak,“ ujar Prof. Dr. Sartono Mukadis, seorang psikolog.

Keraguan dan ketidak percaya dirian itulah yang menimbulkan pertanyaan pada pria sebagai bawahannya, tapi hal itu tidak akan berlangsung lama, ketika si bos wanita itu bisa membuktikan kepada bawahannya bahwa dia mampu memimpin. Tapi, ada juga pria yang memang underestimate kepada wanita yang menjadi bos.

Seperti kasus yang dialami Ricky. Kedekatan dirinya dengan bos menimbulkan “suara sumbang” di tengah rekan kerjanya. Mereka menganggap ada “hubungan spesial” di luar relasi atasan-bawahan. Tak heran, kedekatan si bos dengan anak buahnya yang lawan jenis bisa menimbulkan dampak seperti itu.

Menurut Sartono, yang penting selalu berpikir positif. Kedekatan itu memang karena pekerjaan, bisa juga bawahan memberikan kontribusi besar sehingga si bos merasa pekerjaannya terbantu. Sisi positif lainnya, si bawahan bisa menjadi mediator antara alur bawah dengan bosnya itu. Sehingga setiap keluhan teman-temannya, bisa dipresentasikan dengan baik dan si bos tidak akan melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan.

Sartono menambahkan, “Kemungkinan kecil sekali kalau pria memanfaatkan hubungan itu, karena pria cenderung memunyai gengsi tinggi.” Jadi, pada umumnya pria tidak akan memanfaatkan kondisi kedekatannya dengan si bos untuk kepentingan emosional mereka. Kalau pun ada, hanya pria lemah dan tidak memunyai kemampuan bekerja lebih baik di bidangnya.

Kedekatan antara si bos dan bawahan bisa diambil menjadi sesuatu yang positif. Mereka akan lebih solid sebagai tim, selama konteksnya dengan pekerjaan, tapi jika sudah berhubungan dengan cinta, sebaiknya dihindari karena akan merusak hubungan secara profesional dalam pekerjaan.
Oleh: Chitra Riantina (Majalah Manly)

No comments: