Warning !!

Peringatan!! Banyak mengandung artikel atau informasi untuk khusus DEWASA.
Informasi yang ada di sini bukan sebagai pengganti anjuran dan terapi yang diberikan oleh dokter atau ahli bidang bersangkutan, namun diharapkan dapat menambah pengetahuan Anda. Sebaiknya Anda tetap mengkonsultasikan masalah Anda dengan dokter keluarga Anda atau ahli bidang bersangkutan.

Bila Anda ingin berbagi artikel/ info yang menarik dan sesuai dengan topik blog ini, silahkan berbagi dengan join dan posting ke info_pria@yahoogroups.com.
Semua sumber/ penulis dari pada artikel/ tulisan/ informasi yang dimuat sudah kami usahakan untuk dicantumkan. Bila ada kesalahan harap hubungi kami pada (info_pria-owner[at]yahoogroups[dot]com). Terima kasih.

LEBIH LENGKAP!! Dapatkan DVD Info-Pria, yang berisikan e-book, kumpulan artikel, software dan lainnya. Lebih rinci klik disini.

Thursday, March 29, 2007

Poligami Dalam Konsep Hindu

Oleh arixs

Poligami tak hanya diperbolehkan dalam ajaran islam. Menikah lebih dari satu kali ini juga diijinkan dalam konsep ajaran Hindu.

Bagi orang Bali jaman dahulu terutama raja-raja, menikah lebih dari satu kali merupakan suatu kebanggaan dalam sebuah kekuasaan. Tak hanya dalam cerita, dalam lontar Hindu jelas disebutkan bahwa menikah lebih dari satu kali adalah hal yang wajar, yang berbeda hanya istilahnya. Jika dalam Islam disebut Poligami dalam Hindu disebut Tresna atau Kresna Brahmacari.

“Belum ada yang tertulis gamblang bahwa boleh menikah lebih dari satu kali. Tapi kalau memang ada ajaran yang memuat bahwa diijinkan menikah lebih dari satu kali dan itupun bukan berarti bebas,” terang Putu Wilasa, Ketua PHDI Kabupaten Buleleng. Dalam Lontar Wrettisasana, Buku Silakrama disebutkan salah satu bagian dari Catur Asrama yaitu Brahmacari. Wilasa menjelaskan, konsep poligami menurut ajaran Hindu terdapat pada salah satu bagiannya yaitu, Kresna atau Tresna Brahmacari. Ajaran itu mengandung arti, boleh menikah lebih dari satu kali maksimal empat kali. “Tapi dengan alasan tertentu. Misalnya karena tak punya keturunan dari istri pertamanya atau seterusnya, karena sakit, dan yang lainnya. Selama alasannya untuk dharma tak masalah. Ingat, menikah itu bukan sekedar pemenuhan nafsu. Hubungan seks menurut Hindu itu adalah hal yang sacral, jadi tak sembarang orang bisa menikah seenaknya,” jelas Wilasa. Dari gambaran itu terlihat bahwa dalam pandangan Hindu, konsep suatu perkawinan sejalan dengan undang-undang perkawinan yaitu UU No 1 tahun 1974, yaitu boleh melakukan pernikahan lagi atas seijin istri pertama dan karena beberapa alasan tertentu.

Hakekat perkawinan yaitu suami dapat membahagiakan istri. Namun yang menjadi pertanyaan, Apakah wanita yang dimadu itu bahagia? Jawaban sangat jelas yaitu, dari beberapa orang ibu-ibu yang dimadu mengaku tak bahagia. Rata-rata alasannya terpaksa mengijinkan suami menikah lagi. Ingat, purusa dalam masyarakat Hindu sering menjadi topic pembicaraan. “Jangan sampai anak laki-laki digunakan kedok laki-laki untuk menikah berkali-kali. Istri tak mampu melahirkan anak laki-laki lantas mau mencari istri lagi. Itu salah, apalagi alasannya tak punya anak,” tambahnya. Sebenarnya, orang tak perlu takut tak mempunyai keturunan. Dalam kitab Sarasamuscaya, dilihat dari tugas hidup, seseorang yang lahir ke dunia diibaratkan karena pada masa kehidupannya yang dulu tugasnya belum dianggap tuntas. Untuk itu ia harus reinkarnasi ke dunia menyelesaikan tugas yang masih tersisa. “Jangan sampai orang Bali masih terikat urusan purusa sehingga orang Bali berlomba-lomba menikah lagi dengan alasan diperbolehkan menikah lagi oleh ajaran agama,” tegasnya. Wilasa menentang keras adanya poligami jika dilatarbelakangi oleh nafsu dan menurutnya perlu penelitian khusus tentang masalah ini terutama dampaknya bagi kaum hawa.-put

Poligami Itu Pintu Darurat

SEJAK ulama kondang KH Gymnastiar yang akrab disapa Aa Gym baru-baru ini mengumumkan pernikahan keduanya, masalah poligami kembali menjadi perbincangan publik. Masyarakat seperti terkejut karena berita yang cukup menghebohkan itu dilakukan oleh seorang tokoh. Bahkan kemudian muncul pula reaksi dari pemerintah terkait persoalan tersebut yang sebenarnya sudah diatur dalam UU No 1 tahun 1974.
Kepala Subdit Kepenghuluan dan KUA Direktorat Bimbingan Islam, Abdul Kadir kepada Tokoh mengatakan, masyakat mungkin kurang memahami bahwa UU tersebut tidak hanya ditujukan terhadap pegawai negeri (PNS), melainkan semua masyarakat Indonesia. UU tersebut sebenarnya mengakomodir permasalahan hukum Islam yang telah ditetapkan menjadi hukum positif. Di dalam UU Perkawinan itu tidak melarang poligami, tapi poligami itu diatur yang pelaksanaannya melalui proses Pengadilan Agama guna mendapatkan izin.
Di dalam Hukum Islam ada beberapa syarat bagi orang yang akan berpoligami, di antaranya punya kemampuan secara materi dan berlaku adil. Untuk menguji bahwa seseorang itu mampu bukan dinilai oleh dirinya sendiri, melainkan pengadilan. Bagi yang beragama Islam tentu saja Pengadilan Agama. Yang dipermasalahkan, kata Kadir, bukan poligaminya tapi melakukan pelanggaran terhadap ketentuan poligami. Dalam arti tanpa melalui Pengadilan Agama.
UU No 1 tahun 1974 itu berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia, dan berlaku efektif sejak dikeluarkan PP No 9 Tahun 1975. Bagi PNS yang hendak poligami, ada aturan tambahan, misalnya harus dapat izin dari atasannya. Ini suatu hal yang wajar karena atasan harus mengetahui permasalahan yang terjadi terhadap stafnya. Selain atasan, tentu saja yang utama adalah izin dari istri. Ini suatu keharusan. Jangankan rencana menikah, hendak beli rumah saja sabaiknya dibicarakan bersama sebagai wujud adanya komunikasi atau pergaulan yang baik diantara suami istri.
Masalah poligami ini kembali jadi isu yang ramai karena pelanggaran itu dilakukan oleh seorang tokoh. “Bukan soal poligaminya tapi cara melakukan poligami tidak sesuai dengan ketentuan UU atau tanpa proses ke Pengadilan Agama, “ Abdul Kadir menegaskan.
Memang Islam bukan melarang poligami. Poligami dibolehkan tapi sesungguhnya dengan persyaratan yang ketat. Karena itu untuk membuktikan seseorang mampu, maka pengadilanlah yang bisa menilai. Anggapan bahwa seolah-olah Islam itu menganut asas poligami, itu salah. Islam itu sebenarnya monogami bahwa seorang pria hanya boleh punya seorang istri. Dan seorang istri hanya untuk seorang suami. “Poligami itu hanya merupakan pintu darurat, “ kata Kadir. Sebagai pintu darurat, jelasnya pula, tidak semua orang bisa menggunakan, dan tidak bisa dilalui setiap saat. Hanya bila pesawat dalam keadaan bahaya atau mengalami gangguan, pintu darurat itu baru dibuka untuk menghindari hal-hal yang lebih fatal.
Menurut Kadir, Islam selalu mengarahkan agar seseorang tidak melakukan poligami karena sulit baginya untuk bersikap adil. Hal ini bisa dibaca pada Surat An-Nisa ayat 3 dan An-Nisa ayat 126.
Angka pernikahan setiap tahun di Indonesia rata-rata 2 juta pasangan. Dari angka tersebut belum diketahui pasti berapa yang poligami. Sementara angka perceraian menurun. Namun, perceraian yang terjadi di kalangan figur publik tampaknya meningkat sehingga seolah-olah secara nasional jumlahnya bertambah.
Dikatakan, pernikahan terutama bagi agama Islam harus dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA), sedangkan yang beragama lain di Kantor Catatan Sipil. Bagi yang bercerai, juga yang poligami harus melakukan proses ke Pengadilan Agama. Pernikahan yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan UU maka pernikahan itu tidak punya kekuatan hukum, atau pernikahan itu tidak sah sesuai hukum sehingga tidak punya kepastian hukum.
Pernikahan yang dilakukan KUA adalah pernikahan secara agama Islam dan telah diangkat menjadi hukum positif. Pernikahan yang dilakukan orang Islam tapi di luar KUA, misalnya pernikahan sirih, di bawah tangan, ada pendapat yang bermacam-macam. Namun peraturan yang diangkat menjadi hukum positif, itulah yang harus ditaati oleh warga negara. Pada pasal 2 UU No 1 tahun 1974 dikatakan bahwa perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya dan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. Kalau orang Islam harus berdasarkan ketentuan hukum agama Islam, dan pencatatannya di KUA, karena kantor inilah yang diberi kewenangan oleh negara.
Kadir berharap, agar setiap warga negara mentaati ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Orang Islam tidak hanya wajib taat terhadap Allah dan rosulnya tapi juga taat kepada pemerintah yang mengatur negara ini.
Perkawinan yang tidak sah (sesuai hukum positif), kata Kadir, akan berdampak terhadap istri dan anak-anak. Misalnya, apabila di suatu hari hak-hak istri ditelantarkan maka istri tidak bisa menuntut hak-haknya. Begitu pun anaknya, misalnya dia tidak akan mendapatkan hak-hak waris karena di mata hukum dia tidak tercatat sebagai anak dari ayah yang melakukan perkawinan menurut hukum positif tersebut. —is (cybertokoh.com)

No comments: