Warning !!

Peringatan!! Banyak mengandung artikel atau informasi untuk khusus DEWASA.
Informasi yang ada di sini bukan sebagai pengganti anjuran dan terapi yang diberikan oleh dokter atau ahli bidang bersangkutan, namun diharapkan dapat menambah pengetahuan Anda. Sebaiknya Anda tetap mengkonsultasikan masalah Anda dengan dokter keluarga Anda atau ahli bidang bersangkutan.

Bila Anda ingin berbagi artikel/ info yang menarik dan sesuai dengan topik blog ini, silahkan berbagi dengan join dan posting ke info_pria@yahoogroups.com.
Semua sumber/ penulis dari pada artikel/ tulisan/ informasi yang dimuat sudah kami usahakan untuk dicantumkan. Bila ada kesalahan harap hubungi kami pada (info_pria-owner[at]yahoogroups[dot]com). Terima kasih.

LEBIH LENGKAP!! Dapatkan DVD Info-Pria, yang berisikan e-book, kumpulan artikel, software dan lainnya. Lebih rinci klik disini.

Sunday, March 11, 2007

Paradox Dari Poligami

Membaca berbagai pemberitaan dan komentar seputar kasus poligami Aa' Gym yang baru-baru ini seperti menjadi salah satu topik berita paling hangat dibicarakan. Ada banyak ragam argumentasi baik yang mendukung, menentang, memilih abstein, atau setengah setuju setengah tidak , setuju dengan adanya poligami namun tidak sudi seandainya itu terjadi pada dirinya. "...begini mah lebih baik gak usah ngomong."

Poligami memang lebih sering menjadi citra negatif dari seorang laki-laki pada masa sekarang, tidak lagi seperti dulu. Namun itu pun tidak bisa dipungkiri bahwa hal ini juga lebih banyak dipengaruhi oleh ragam pengalaman yang ada di masyarakat kita yang lebih sering mendapati kisah buruk ataupun negatif seputar kasus poligami yang disebabkan oleh pihak laki-laki yang lebih mementingkan hawa nafsunya tidak seperti tujuan menyebarkan agama seperti apa yang dilakukan oleh Sang Rasul, sehingga pada akhirnya menimbulkan paradigma bahwa Poligami sebagai citra dari laki-laki pengumbar nafsu. Padahal di satu sisi, sejarah mengatakan bahwa dari sejak jaman nenek moyang kita di masa-masa kerajaan majapahit, dan lainnya, poligami adalah hal yang biasa.

Kesadaran masyarakat atas sebuah nilai sebenarnya bisa saja membuat masyarakat tersebut meninggalkan nilai-nilai yang oleh agama pada awalnya tidak dilarang namun tidak dilakukan oleh penganutnya karena tidak sesuai dengan norma-norma yang ada.

Contohnya saja, saat-saat awal islam mulai berkembang di bawah kepemimpinan Sang Rasul, keberadaan kawin siri/kawin kontrak tidaklah dilarang, melainkan dilakukan sebagai alternatif untuk menghindari zinnah karena pada masa itu laki-laki sering meninggalkan istrinya selama berbulan-bulan untuk berperang. Belum lagi pada masa itu adalah hal lumrah bagi peradaban pada masa itu jika laki-laki di medan perang meniduri wanita-wanita budak yang mereka dapatkan dari pihak yang kalah perang.

Namun setelah perginya Sang Rasul, dan masyarakat memiliki kesadaran akan sebuah tatanan nilai yang lebih baik, pada akhirnya secara sadar meninggalkan kawin siri yang lebih banyak merugikan pihak perempuan tersebut secara sadar, dan dikuatkan pula secara hukum oleh khalifah yang memimpin pada saat itu.

Bagaimana dengan poligami? nampaknya tetap akan menjadi paradox yang sulit dipecahkan. :)

By jaimy (jaim.log.web.id)

No comments: