Warning !!

Peringatan!! Banyak mengandung artikel atau informasi untuk khusus DEWASA.
Informasi yang ada di sini bukan sebagai pengganti anjuran dan terapi yang diberikan oleh dokter atau ahli bidang bersangkutan, namun diharapkan dapat menambah pengetahuan Anda. Sebaiknya Anda tetap mengkonsultasikan masalah Anda dengan dokter keluarga Anda atau ahli bidang bersangkutan.

Bila Anda ingin berbagi artikel/ info yang menarik dan sesuai dengan topik blog ini, silahkan berbagi dengan join dan posting ke info_pria@yahoogroups.com.
Semua sumber/ penulis dari pada artikel/ tulisan/ informasi yang dimuat sudah kami usahakan untuk dicantumkan. Bila ada kesalahan harap hubungi kami pada (info_pria-owner[at]yahoogroups[dot]com). Terima kasih.

LEBIH LENGKAP!! Dapatkan DVD Info-Pria, yang berisikan e-book, kumpulan artikel, software dan lainnya. Lebih rinci klik disini.

Wednesday, July 18, 2007

Kenapa Pria Takut Komitmen? Antara Cinta Dan Kebebasan

Pacaran sudah cukup lama, tapi ciut dan menghindar bila disenggol tanggal pernikahan. Kebebasan bakal terlanggar, trauma masa lalu, atau pundi materi yang belum cukup selalu jadi alasan. Benarkah hanya itu?

Adri dan Mira sudah berpacaran enam tahun. Namun, sampai saatini Adri belum juga mengajak Mira untuk menikah, padahal Mira sudahbeberapa kali menanyakan hal itu. Alasan Mira sebenarnya cukup masuk akal, selain rentang pacaran yang sudah lama, usia mereka pun laik matang memasuki pelaminan. Saat ini, usia Adri menginjak 35 tahun dan Mira 30 tahun.

Adri bingung menghadapi hal itu, karena sebenarnya sampai detik ini pun ia tidak pernah memikirkan soal perkawinan. Adri beranggapan pernikahan akan mengganggu kebebasannya.

Banyaknya kasus kawin-cerai di masyarakat, salah satu yang menandakan bahwa sulitnya pasangan suami istri menjalani komitmen perkawinan. Komitmen itu merupakan kesepakatan mental yang harus dilakukan secara utuh dan konsisten dalam segala kondisi. Tapi justru tak sedikit orang yang “takut” menjaga komitmen itu, karena tidak pernah memprediksi hal-hal yang akan terjadi ketika menjalani komitmen itu. Nah, beratnya, kalau konsekuensi itu tidak bisa diterima, yang ada malah memutuskan untuk mengakhiri komitmen itu.

Lain lagi Rio, usianya hampir 40 tahun. Selain usia matang, urusan finansialnya pun mapan. Tapi tetap saja pria ini takut untuk menikah karena masa lalunya terus membayangi. Kebetulan Rio berasal dari keluarga broken home sehingga menurutnya pernikahan adalah sesuatu yang menakutkan.

Ketika seseorang memutuskan untuk menikah, artinya ia telah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Karena banyak soal yang harus dipikirkan dengan matang, hal itu berlaku untuk pria dan wanita. Namun, bagaimanapun pria memunyai tanggung jawab yang lebih besar, terlebih dengan embel-embel kepala keluarga.

Masalah mengenai materi itulah yang menjadi pokok persoalan. Pria pada umumnya akan percaya diri dan nyaman jika secara finansial mapan. Karena, bagaimanapun, yang harus bertanggung jawab itu pria dan mereka tak ingin kelak keluarganya susah.

Tapi bagaimana dengan pria sudah mapan secara materi tapi belum memutuskan untuk menikah? Pria seperti ini biasanya takut kebebasannya terganggu, seperti yang diungkapkan Prof. Dr. Dadang Hawari. Karena merasa kebutuhannya telah terpenuhi, biasanya mereka malah enggan untuk menikah.

Dadang Hawari menambahkan, usia yang tepat untuk menikah untuk pria antara 25 sampai 30 tahun, karena secara biologis dan psikologis usia tersebut merupakan puncaknya seorang pria termotivasi untuk menikah. Lewat dari usia tersebut, keinginannya akan menurun. Apalagi kalau pria itu merasa sudah terbiasa sendiri.

Tika Bisono mengatakan bahwa sesungguhnya perkawinan itu esensinya adalah kebebasan “Kalau ada yang bilang keterikatan, itu salah,” kata psikolog ini. Setiap pasangan tetap bisa melakukan kegiatannya atau hobinya masing-masing, yang penting mereka harus saling menghormati.

Sedangkan untuk pria yang takut berkomitmen, Tika Bisono menambahkan, saat remaja pria ini tidak mengalami dengan baik proses perkembangan mengenali lawan jenis, sehingga ia tidak kenal karakter wanita dengan baik. Dan, akhirnya ia tidak merasa perlu untuk menikah.

Tipikal pria seperti itu biasanya merasa butuh ruang sendiri, mereka merasa tidak nyaman kalau harus berbagi dengan seorang wanita dan kemungkinan anak-anak yang hadir belakangan. Selain itu, pria seperti ini beranggapan pekerjaan adalah segalagalanya, jangan heran kalau hidupnya hanya untuk bekerja tanpa memikirkan perkawinan.

Justru hal tersebut berbahaya karena sampai kapan pun pria seperti ini akan tetap menjadi “anak kecil”. Kalau si pria itu memunyai perasaan takut untuk menjalani komitmen, wajar saja, namun bukan berarti harus menolak komitmen tersebut. Karena secara tidak langsung orang tersebut tidak bisa menerima kehidupan dan memperlambat proses evolusi dirinya sendiri.

Tapi yang perlu kita lihat kenyataannya, banyak pula perkawinan yang berhasil. Jadi lebih baik ketakutan-ketakutan itu dihilangkan dan mulai jujur terhadap diri sendiri, masih mau berkomitmen atau tidak. Jika masih berkeinginan, bersegeralah menata diri. So, berkomitmen? Siapa takut?
Oleh: Chitra Riantina
(majalahmanly.com)

No comments: