Warning !!

Peringatan!! Banyak mengandung artikel atau informasi untuk khusus DEWASA.
Informasi yang ada di sini bukan sebagai pengganti anjuran dan terapi yang diberikan oleh dokter atau ahli bidang bersangkutan, namun diharapkan dapat menambah pengetahuan Anda. Sebaiknya Anda tetap mengkonsultasikan masalah Anda dengan dokter keluarga Anda atau ahli bidang bersangkutan.

Bila Anda ingin berbagi artikel/ info yang menarik dan sesuai dengan topik blog ini, silahkan berbagi dengan join dan posting ke info_pria@yahoogroups.com.
Semua sumber/ penulis dari pada artikel/ tulisan/ informasi yang dimuat sudah kami usahakan untuk dicantumkan. Bila ada kesalahan harap hubungi kami pada (info_pria-owner[at]yahoogroups[dot]com). Terima kasih.

LEBIH LENGKAP!! Dapatkan DVD Info-Pria, yang berisikan e-book, kumpulan artikel, software dan lainnya. Lebih rinci klik disini.

Thursday, March 8, 2007

Masih Pentingkah Pria Gentleman?

Masih adakah pria gentleman ?

Jika Anda serta merta menganggukkan kepala atau menjawab `ya' dengan suara lantang, coba tolong jawab pertanyaan selanjutnya; "Apakah Anda termasuk ke dalam golongan pria seperti itu ?" Kalau Anda lagi-lagi menjawab `ya' dengan suara penuh wibawa dan nada kebanggaan, ada satu lagi pertanyaan yang harus dijawab; "Di masa aneh ini, ketika dunia bergerak sinting semaunya sehingga semua nilai seperti teracak parah hingga jungkir balik, pentingkah untuk menjadi seorang pria gentleman?"

Sebelum dianggap terlalu nosy karena bertanya terlalu banyak seperti pembawa acara kuis, saya mengutip ucapan seorang sahabat wanita yang bisa jadi meruntuhkan semua gambaran indah tentang imaji seorang pria sempurna. Saat berbincang santai dalam sebuah sesi curhat regular di antara kepul asap rokok menthol dan seruput kopi panas, ia bicara dengan sangat tegas;

"Hari gini cowok gentleman udah gak ada. Bullshit kalau ada laki-laki yang merasa dirinya gentleman."

Mewakili pria di seluruh dunia yang jumlahnya sudah jauh lebih sedikit daripada wanita, saya merasa perlu membela diri dan kaum saya. Tapi sepertinya percuma. Semua argumen yang saya lontarkan selalu bisa ditepis dengan sinis. Saat saya mengungkapkan contoh tentang beberapa orang teman pria yang dikenal sangat sopan dan ber-manner sempurna, sahabat saya langsung mematahkannya dengan berkata bahwa hanya membukakan pintu mobil untuk sang pacar atau membawakan barang belanjaannya tidak membuat seorang pria jadi gentleman sejati. Ketika saya berikan contoh lain tentang seorang teman yang selalu bersikap sebaik malaikat kepada siapapun, sahabat saya lagi-lagi membantahnya dengan berkata bahwa itu memang kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap umat manusia, bukan indikasi unsur gentleman dalam tubuh seorang pria.

Saya mulai agak putus asa. Otak sederhana saya tidak lagi bisa mencari argumen lain, karena kalau boleh jujur, sampai detik ini pun saya sendiri masih ragu dengan label yang satu itu.

Gentleman. Apa sih yang dimaksud dengan istilah itu? Kenapa saat mendengarnya hal pertama yang muncul di dalam kepala saya ini justru James Bond ? Maafkan kebodohan saya. Tapi bukankah Mr. Bond memang sering dianggap sebagai ikon pria gentleman ? Agak aneh memang, bagaimana seorang agen rahasia berminyak rambut ekstra dengan senjata rahasia andalan berupa alat vitalnya bisa ada dalam satu kalimat dengan kata gentleman ? Jangan-jangan dalam pikiran saya istilah gentleman mulai tertukar-tukar dengan istilah lain seperti suave, stylish, cool, sexy atau bahkan chauvinist pig ? Wah, ini makin runyam. Lebih baik diluruskan sebelum sahabat perempuan saya tadi mengamuk saat membaca artikel ini.

Bahasa dan kata seringkali sulit untuk dimaknai ketika sudah bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari. Konotasi. Denotasi. Dan entah lah apalagi distorsi lain selalu siap untuk membengkokkan artinya, hingga bercabang entah kemana. Ambil contoh saja sahabat saya. Mungkin dengan pikiran sinisnya, istilah gentleman diartikannya menjadi satu sifat sempurna yang harus dimiliki oleh seorang pria yang juga sempurna. Permasalahannya adalah, mana ada pria sempurna ? Tolong dimaklumi. Dia terlalu sering dikecewakan oleh pria yang dalam bahasanya sendiri disebut sebagai laki-laki berawalan b : brengsek, bajingan, buaya. Standar yang ditetapkannya untuk bisa menyematkan istilah gentleman pada dada seorang pria sungguh tinggi. Untuk menghadapi wanita seperti sahabat saya ini, lupakan saja trik-trik kecil yang sudah kita kuasai di luar kepala.

Dia akan menolak jika kita menawarkan untuk membawakan barang belanjaan atau tas besarnya. "Saya kuat bawa sendiri."

Dia akan buru-buru keluar dari mobil, sebelum kita sempat membukakan pintunya. "Saya bisa keluar sendiri."

Dia lebih dulu mengeluarkan kartu kredit dari dalam dompetnya, ketika sebuah kencan makan malam berakhir di atas meja sebuah restaurant. "Saya bisa bayar sendiri."

Dia akan segera menepis tangan kita, saat berusaha untuk membantunya menapaki tangga dengan sepatu hak tingginya. "Apaan sih!"

Dan saat ditanya siapa pria paling gentleman yang pernah dikenalnya, ia akan menjawab; "Bapak saya."

Silakan saja berkompetisi dengan pria yang merawatnya dari kecil dengan penuh kasih sayang, menjaganya dari segala macam keburukan dan mencintai ibu serta saudara-saudaranya dengan sepenuh hati. Sepertinya bukan hal yang mudah, ya?

Saya tidak ingin dianggap sexist atau terlalu menyoalkan tentang kesetaraan gender. Itu bukan bagian saya. Sudah banyak orang di luar sana yang memperjuangkannya. Tapi sebagai manusia yang bisa berpikir walau agak lamban, sepertinya saya mulai khawatir, kalau punahnya pria gentleman disebabkan oleh perempuan itu sendiri. Wanita adalah meteor besar yang menabrak bumi dan lelaki gentleman adalah dinosaurusnya.

Harus diakui, sebagian besar dari para pria mencoba bersikap sempurna di depan pasangan (terutama pada tahap penjajakan, setelah menikah itu urusan lain), tujuannya semata untuk memberikan impresi yang terbaik. Tapi jika semakin lama semakin banyak wanita kuat atau hebat atau mandiri atau sinis, yang menganggap konsep pria gentleman sebagai sebuah istilah konyol yang ketinggalan jaman, apalagi yang bisa kita lakukan?

Mungkin pendapat ini agak berlebihan, tapi sepertinya di luar sana justru ada tren yang semakin memojokkan pria-pria sopan. Sudah beberapa kali saya dengarkan curhat seorang perempuan yang memutuskan hubungan dengan pasangannya, bukan karena sang pria bersikap buruk atau tidak berkelakuan baik, tapi semata karena; "Lelaki itu terlalu baik. Boring."

Pastinya masih ada banyak sekali wanita yang tergila-gila pada kadar kesopanan dalam seorang pria. Pada sifat sportif dan positif. Tapi perhatikan saja bagaimana akhirnya pria yang berimaji keras atau bandel atau bahkan urakan, seringkali lebih menarik di mata sebagian wanita.

Nilai yang selalu bergeser seperti lapisan lempeng kulit bumi pada akhirnya menghasilkan perubahan besar. Walaupun begitu, tentu selalu ada kebenaran yang berdiri kokoh di tempatnya biarpun harus diguncang gempa. Dibesarkan dalam lingkungan Jawa yang penuh ungguh-ungguh, saya selalu diajarkan bahwa berbuat sopan kepada siapapun tidak pernah merugikan. Mungkin untuk jaman edan ini berbuat sopan tidak akan membuat kita lebih mudah mendapatkan wanita, namun bisa jadi itu adalah salah satu cara paling masuk akal untuk mempertahankan mereka, agar selalu ada dalam pelukan kita.

Jadi, pertanyaan terpenting untuk kita saat ini bukan "Masih adakah pria gentleman?" tapi "Masih pentingkah untuk menjadi seorang pria gentleman?" ME

Oleh: Indra Herlambang
Sumber: Male Emporium

No comments: